Hari Peduli Sampah Nasional 2025: Solusi LDII untuk Indonesia Bebas Sampah

Jakarta (21/2). Setiap 21 Februari, Indonesia memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Tahun ini, temanya adalah “Kolaborasi untuk Indonesia Bersih,” yang bertujuan untuk mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik dan terintegrasi.
Menurut data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah (SIPSN), jumlah sampah di Indonesia pada 2024 mencapai 28,98 juta ton per tahun. Angka ini turun drastis dari tahun sebelumnya yang mencapai 56,62 juta ton. Selain itu, persentase sampah yang berhasil dikelola juga meningkat dari 39,01 persen menjadi 61,92 persen. Meski begitu, masih ada 38,08 persen sampah yang belum terkelola dengan baik, sehingga perlu upaya lebih lanjut.
Ketua DPP LDII Korbid Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), Sudarsono, menyoroti bahwa masih banyak orang yang berpikir begitu sampah keluar dari rumah, maka masalahnya selesai. “Anggapan itu salah,” tegas Guru Besar Pertanian IPB ini.
Ia menambahkan, “Sebenarnya, sampah itu hanya berpindah tempat. Semakin panjang rantainya, makin banyak masalah yang muncul, baik dari sisi sosial maupun finansial.” Ia juga mencontohkan beberapa daerah seperti Bandung dan Yogyakarta yang sudah masuk dalam status darurat sampah.
Sudarsono menekankan pentingnya mengubah pola pikir dalam mengelola sampah. “LDII sendiri sudah sejak lama mengajak masyarakat untuk mengelola sampah dari rumah. Jadi, kalau sampah bisa diatasi dari sumbernya, tidak perlu lagi diangkut ke tempat pembuangan akhir,” jelasnya.
Beberapa langkah yang diterapkan LDII antara lain mengurangi produksi sampah, memanfaatkan kembali sampah yang masih berguna, serta mendaur ulang. “Ajakan ini terus disosialisasikan di kalangan warga LDII agar bisa berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan sampah,” tambahnya.
Selain itu, LDII juga menerapkan konsep zero waste di beberapa pesantren utama mereka, seperti di Kediri, Gading, dan Kertosono. “Di pesantren ini, sampah dipilah sejak awal. Sampah organik digunakan untuk budidaya maggot, sementara sampah anorganik yang masih bisa dimanfaatkan diolah menjadi kerajinan tangan atau didaur ulang. Bahkan, ada juga yang diproses menjadi arang aktif dan asap cair yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,” terang Sudarsono.
“Dengan sistem ini, sebagian besar sampah bisa dikelola langsung di dalam pesantren, tanpa harus dibuang ke luar,” lanjutnya.
Senada dengan Sudarsono, Anggota LISDAL DPP LDII, Erni Suhaina, juga menegaskan pentingnya tanggung jawab individu dalam mengelola sampah. “Setiap orang adalah produsen sampah, jadi harus bertanggung jawab atas sampahnya sendiri. Jangan asal buang,” katanya.
Menurutnya, sampah harus dipilah sesuai jenisnya—organik, anorganik, dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). “Selain itu, sampah juga bisa didaur ulang (recycle) atau diolah menjadi barang dengan nilai tambah (upcycle). Di dalamnya ada konsep circular economy, di mana sampah bisa menjadi sesuatu yang bernilai,” ujarnya.
Erni menambahkan bahwa keterampilan mengolah sampah menjadi barang bermanfaat terus diajarkan di LDII, baik di pesantren maupun di tempat lain. “Tujuannya bukan hanya untuk kebersihan lingkungan, tapi juga sebagai bentuk ibadah dan rasa syukur kepada Allah,” tutupnya.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup tentang HPSN 2025, peringatan HPSN tahun ini akan diisi dengan berbagai aksi peduli sampah di delapan lokasi utama, yaitu pantai, gunung, kawasan mangrove, desa, pesantren, pasar, sekolah, dan kampus. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah di berbagai sektor.