Ngepel Masjid LDII: Kontroversi Najis atau Upaya Thoharoh?

Ngepel Masjid LDII: Kontroversi Najis atau Upaya Thoharoh?

Jakarta (18/7). LDII atau Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah salah satu ormas Islam yang sering mendapat stigma negatif dari sebagian masyarakat. Namun, stigma tersebut tidak menghalangi seorang akademisi dan cendekiawan Muslim untuk menelusuri lebih dalam tentang LDII.

Ust. Dr. Ahmad Ali MD, M.A, dosen Program Pascasarjana Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta, melakukan penelitian partisipatif tentang LDII selama beberapa bulan. Ia mengaku tidak percaya dengan anggapan bahwa LDII menajiskan kelompok Islam lainnya.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDII justru sangat menjunjung tinggi nilai-nilai thoharoh atau kesucian dan kebersihan. Ia menilai bahwa LDII mengikuti ajaran Imam Syafi’i dalam hal thoharoh. Ia juga mengamati bahwa LDII menyediakan sandal di kamar mandi masjid dan rumah warga LDII untuk menghindari terkena najis saat mencuci kaki.

Penelitian ini, kata Ahmad Ali, bertujuan untuk membangun komunikasi dan ukhuwah Islamiyah antara LDII dan ormas Islam lainnya. Ia berharap penelitiannya dapat menjadi inspirasi bagi ormas Islam lainnya untuk berlomba-lomba dalam kebajikan.

Ahmad Ali menulis buku berjudul “Nilai-nilai Kebajikan dalam Jamaah LDII” yang diterbitkan oleh Deepublish. Buku ini dibedah pada Senin (17/7) di Sadjoe Cafe & Resto, Jakarta Selatan.

CEO dan pendiri Deepublish, An Nuur Budi Utama, mengatakan bahwa ia tertarik menerbitkan buku ini karena LDII merupakan ormas Islam yang sering menjadi kontroversi.

Budi menekankan bahwa kita harus melihat kontribusi positif dari setiap ormas Islam, selama mereka berkomitmen terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Ia juga mengapresiasi keberagaman ormas agama di Indonesia yang dapat menjadi potensi pembangunan nasional.

Budi mengkritik pihak-pihak yang melabel sesat ormas Islam lainnya, termasuk LDII, tanpa dasar yang kuat. Ia mengatakan bahwa perbedaan keyakinan adalah persoalan persepsi, dan tidak bisa dipaksakan oleh satu otoritas. Ia juga menyoroti masalah dogma yang sifatnya internal dan privat, yang sering dijadikan bahan sensasi dan kontroversi di ranah publik.

Budi menanyakan maksud dan tujuan dari pihak-pihak yang mendiskreditkan LDII, apakah untuk memecah belah umat atau ada motif pribadi. Ia mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam bingkai civil society.

Ahmad Ali menambahkan bahwa ia ingin mengeksplorasi nilai-nilai positif dari LDII, dan mengajak ormas Islam lainnya untuk mencontohnya. Ia juga ingin meminimalkan perbedaan-perbedaan dengan cara yang baik. Ia menyangkal isu pengepelan masjid LDII setelah dipakai jamaah lain, dan mengatakan bahwa itu tidak benar berdasarkan pengamatannya.